Rabu, 25 Mei 2016

Bagaimana Jika Orang Tua Menyerah dalam Mendidik Anak-anaknya?

Bagaimana Jika Orang Tua Menyerah dalam Mendidik Anak-anaknya?

Sahabat Ummi, bagaimana jika orangtua menyerah dalam mendidik anak-anaknya? Simak selengkapnya.

Ada sebuah logika sederhana tentang hubungan orang tua dan anak. Seperti pepatah buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Maka anak-anak adalah duplikasi gabungan antara ayah dan ibunya. Bukan hanya fisiknya saja, duplikasi gabungan ini termasuk juga sifat-sifatnya. Sifat anak-anak tak akan berbeda jauh dari sifat ayah atau ibunya.

Karena itulah, saat orang tua berhadapan dengan anaknya, sesungguhnya mereka tengah berhadapan dengan diri mereka sendiri. Namun mengapa masih banyak orang tua yang merasa kewalahan mendidik dan mengatur anak-anaknya? Sampai-sampai mengancam: kalau kamu nggak mau nurut, ayah/ibu pergi sajalah dari rumah ini!

Bahkan ada orang tua yang sudah menyerah, angkat tangan, putus asa, berkata ‘ayah/ibu tak tahu lagi bagaimana cara menasehatimu, kau selalu membantah’, lalu mengirim anak-anaknya ke ‘sekolah khusus’ yang dianggap lebih mampu menyulap anaknya menjadi lebih baik.

Siapakah yang paling tahu tentang diri selain diri itu sendiri? Maka saat anak marah atau membantah, orang tua mestinya mudah mengenali, cara marah atau membantah mereka itu mirip caranya siapa? Ayah atau ibunya? Jika ayahnya, maka sebenarnya ayah tersebutlah yang lebih tahu cara paling jitu untuk meredam emosi si anak dan membuatnya mau mendengarkan. Cara yang sama sebagaimana sang ayah meredam marahnya sendiri saat ia marah atau ingin membantah.

Dari logika sederhana ini kita bisa mengambil benang merah, bahwa seharusnya orang tua itu mudah saja dalam mendidik dan mengatur anak-anaknya. Sama dengan mendidik dan mengatur ‘diri mereka sendiri’. Jika masih saja ada yang merasa kewalahan dan angkat tangan, yang patut ditengok adalah kesabaran. Seberapa besar kesabaran orang tua meghadapi anak-anaknya (diri mereka sendiri)?

Orang tua mendidik anak-anaknya itu ibarat nabi berdakwah pada umatnya (lihat Inilah salah satu mengapa janji pernikahan sekuat perjanjian para Nabi?)

Ada nabi yang sempat ‘angkat tangan’ menghadapi umatnya. Kisahnya diabadikan dalam Al-Qur’an sebagai pelajaran untuk kita saat ini. "Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi (meninggalkan kaumnya yang kafir) dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan menyulitkannya,…"  (QS. Al Anbiyaa (21):87)

"Ketika ia lari ke kapal yang penuh muatan. Kemudian dia ikut diundi, ternyata ia termasuk orang-orang yang kalah (dilempar dari perahu). Maka ia ditelan oleh ikan besar dalam keadaan tercela." (QS.Ash-Shaffat (37):140-142)

"Maka bersabarlah kamu terhadap ketetapan Tuhanmu, dan janganlah kamu seperti orang (Yunus) yang berada dalam (perut) ikan, ketika ia berdo'a dengan hati sedih." (QS.Al-Qolam (68):48)

Dalam konteks kita sebagai orang tua, dengan tegas Allah menyuruh kita bersabar dalam mendidik anak-anak kita dan melarang kita bersikap seperti Nabi Yunus a.s yang pernah kurang sabar lalu pergi meninggalkan kaumnya.

Angkat tangan, menyerah, lalu mengirim ‘anak-anak bandel’ kita ke orang lain atau ‘sekolah khusus anak bandel’ boleh jadi termasuk sikap tercela dan hanya akan menuai kesulitan hidup yang lain. Kesulitan hidup yang diumpamakan dengan gelap, segelap dalam perut ikan paus di dasar samudera.

Dari kisah Nabi Yunus a.s pula, kita menemukan jalan keluarnya jika saat ini kita masih saja merasa kewalahan dan terbersit ingin angkat tangan dalam mendidik anak-anak.

“…maka ia berdoa dalam keadaan yang sangat gelap: ‘laa ilaha ilaa anta, subhaanaka, innii kuntu minazh-zhaalimiin, tak ada tuhan selain Engkau, Maha Suci Engkau, sungguh aku termasuk orang-orang yang zalim." (QS.Al-Anbiyaa (21):87)

"Maka kalau sekiranya, dia tidak termasuk orang-orang yang banyak mengingat Allah, niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu, sampai hari berbangkit." (QS.Ash-Shaffat (37):143-144)

"Maka Kami kabulkan do'anya dan Kami selamatkan dia dari kedukaan. Dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman." (QS.Al-Anbiyaa (21):88)

"Lalu Tuhannya memilihnya, dan menjadikannya termasuk orang-orang yang shaleh." (QS.Al-Qolam (68):50)

Jadi Sahabat Ummi, jika kita merasa anak-anak kita sulit sekali diatur, suka membantah, tak mau mendengarkan, terkesan bandel, hingga emosi kita nyaris sampai ubun-ubun dan hampir-hampir mengancam kesabaran kita sebagai orang tua, segeralah kita wujudkan iman kita kepada Allah dengan bertasbih dan beristighfar: Laa ilaha ilaa Anta, Subhaanaka, innii kuntu minazh-zhaalimiin. Persis seperti doa Nabi Yunus a.s.

Dengan demikian, mudah-mudahan Allah akan tambah lagi kesabaran dalam diri kita, dan mengilhamkan kepada kita cara paling jitu untuk menangani permasalahan anak-anak kita, dengan merefleksikan solusinya dari diri kita sendiri, ibu dan ayahnya. Mudah-mudahan dengan demikian Allah pun menjadikan kita termasuk orang-orang yang saleh. Amiin. Dan Allah Maha Mengetahui Yang Sebenarnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar